Tak pernah terpikirkan olehku
Apa yang menjadi pertanyaan
Tuk memahami irama
dari sebuah persahabatan
Kucoba ikuti lirik
Mengalir seiring detak jantung
Pahami diriku untuknya
Dan dirinya untukku
Kucari tahu apa yang ku tahu,
Kucari tahu apa yang tidak ku tahu
Tahu dalam tahuku
Dan tahu dalam ketidaktahuanku
Berat…
Jika harus kuhias
Untuk menyenangkan….
Hanya kepalsuan…..
Tak pernah terpikirkan olehku
Apa yang menjadi pertanyaan
Persahabatan penuh kesan
Kesan yang penuh kekuasaan
Hingga detik ini,
Ku masih penuh basa basi
Karena di sini semuanya basi…
Balikpapan, 20081208
diekdock
RUANG BERSAMA
Selasa, 09 Desember 2008
Rabu, 05 November 2008
Sebuah Pertanyaan
Ada sebuah pertanyaan yang diberikan kepada seorang remaja putri tentang hubungannya dengan lelaki. Pertanyan itu berupa kalimat pilihan, seperti;
1. Dalam hubungan kamu dinaikkan mobil tapi juga dinaiki oleh pacarmu, sedangkan suatu saat hubunganmu putus.
2. Dalam hubungan kamu dinaikkan mobil tapi juga dinaiki oleh pacarmu, sedangkan pada saat diresmikan tidak lagi naik mobil karena milik orangtuanya.
3. Dalam berhubungan kamu tidak dinaikkan mobil tapi kamu dinaiki, sedangkan suatu saat hubunganmu putus.
4. Dalam hubungan kamu tidak dinaikkan mobil tapi juga tidak dinaiki oleh pacarmu, sedangkan pada saat diresmikan kamu malah dinaikkan mobil.
Sang gadis pun bingung berpikir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. kalimat pertama hingga ketiga menurutnya tidak mengenakkan pihaknya. Dia pun pilih kalimat ketiga.
Namun kemudian dia mengatakan, dalam berhubungan dnegan seorang kekasih yang diutamakan adalah saling sayang. Banyak yang tidak berpikir akhir dari sebuah hubungan itu.
Hanya kata SAYANG!. Kata-kata itulah yang sering membuat orang lupa, gelap dan sebagainya. Hingga menyebabkan banyak gadis remaja yang harus rela kehilangan sebuah kehormatan karena tergoda materi, kata sayang dan egosi sesaat.
Tak banyak yang bisa dilakukan akibat sesuatu yang menurutnya sudah terlanjur mau diapakan lagi itu. Frustasi dengan berbagai tindakan pun akan dilakukan sebagai obat keterlanjuran itu.
Seorang teman pernah bercerita tentang seorang gadis yang dikencaninya. Dia masih sekolah di sebuah SMU di Balikpapan, Kaltim. Saat basa basi mengobrol sebelum menjurus ke perbuatan intim, sang gadis mengatakan jika dirinya belum pernah melakukan seks selain dengan pacarnya.
Terus kenapa sekarang mau? Tanya teman saya. Dia beralasan butuh uang untuk membeli HP BARU, baju baru dan untuk senang-senang.
Tidak takut ketahuan pacar? Dengan enteng dia mengaku kalau hubungan dengan pacarnya sudah renggang. Bahkan, saat ditelepon atau di sms tak pernah dihiraukan, terkesan menghindar.
Dia juga menuturkan jika selama ini tak ada yang diharapkan dari sang pacar untuk segi materi. Sedangkan teman-teman gaulnya banyak yang punya pacar berduit. “Lebih baik seklian seperti ini dari pada tidak punya apa-apa,” katanya tegas.
Sudah terlanjur. Kalimat itulah menjadi penutup obrolan pemanasan kedua insan yang bukan suami istri di sebuah hotel. Dan, masih banyak lagi kisah lain yang hampir sama alurnya. (*)
1. Dalam hubungan kamu dinaikkan mobil tapi juga dinaiki oleh pacarmu, sedangkan suatu saat hubunganmu putus.
2. Dalam hubungan kamu dinaikkan mobil tapi juga dinaiki oleh pacarmu, sedangkan pada saat diresmikan tidak lagi naik mobil karena milik orangtuanya.
3. Dalam berhubungan kamu tidak dinaikkan mobil tapi kamu dinaiki, sedangkan suatu saat hubunganmu putus.
4. Dalam hubungan kamu tidak dinaikkan mobil tapi juga tidak dinaiki oleh pacarmu, sedangkan pada saat diresmikan kamu malah dinaikkan mobil.
Sang gadis pun bingung berpikir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. kalimat pertama hingga ketiga menurutnya tidak mengenakkan pihaknya. Dia pun pilih kalimat ketiga.
Namun kemudian dia mengatakan, dalam berhubungan dnegan seorang kekasih yang diutamakan adalah saling sayang. Banyak yang tidak berpikir akhir dari sebuah hubungan itu.
Hanya kata SAYANG!. Kata-kata itulah yang sering membuat orang lupa, gelap dan sebagainya. Hingga menyebabkan banyak gadis remaja yang harus rela kehilangan sebuah kehormatan karena tergoda materi, kata sayang dan egosi sesaat.
Tak banyak yang bisa dilakukan akibat sesuatu yang menurutnya sudah terlanjur mau diapakan lagi itu. Frustasi dengan berbagai tindakan pun akan dilakukan sebagai obat keterlanjuran itu.
Seorang teman pernah bercerita tentang seorang gadis yang dikencaninya. Dia masih sekolah di sebuah SMU di Balikpapan, Kaltim. Saat basa basi mengobrol sebelum menjurus ke perbuatan intim, sang gadis mengatakan jika dirinya belum pernah melakukan seks selain dengan pacarnya.
Terus kenapa sekarang mau? Tanya teman saya. Dia beralasan butuh uang untuk membeli HP BARU, baju baru dan untuk senang-senang.
Tidak takut ketahuan pacar? Dengan enteng dia mengaku kalau hubungan dengan pacarnya sudah renggang. Bahkan, saat ditelepon atau di sms tak pernah dihiraukan, terkesan menghindar.
Dia juga menuturkan jika selama ini tak ada yang diharapkan dari sang pacar untuk segi materi. Sedangkan teman-teman gaulnya banyak yang punya pacar berduit. “Lebih baik seklian seperti ini dari pada tidak punya apa-apa,” katanya tegas.
Sudah terlanjur. Kalimat itulah menjadi penutup obrolan pemanasan kedua insan yang bukan suami istri di sebuah hotel. Dan, masih banyak lagi kisah lain yang hampir sama alurnya. (*)
Selasa, 12 Agustus 2008
Jangan Panggil AKU pelacur (1)
Tubuh ini…
Memang dikoyak ribuan kelamin-kelamin
Yang singgah entah dari mana
Tapi hati ini..
Kusangkutkan di dinding rumahku
Yang terbuat dari anyaman bambu
Jauh nun di sana
Kurajut dinding-dinding itu
Merubah menjadi besi beton
Berubin dan berkilau
Ku akui..
Bibir ini selalu tertawa
Seolah tiada tara
Tapi batin ini
Kutambatkan pada keriput ibuku
Yang setia menungguku pulang
Membawa gelang-gelang emas
Mencerabut hinaan setiap mata
Yang menatapnya
Sinis, hina
Tak kupungkiri..
Puting ini dijilat ribuan lelaki
Beraroma alkohol
Tapi jiwa ini berdesir pada bibir anakku
Yang merengek memohon susu
Yang tak berkedip matanya
Menatap anak sebanyanya
Memegang botol beraroma gurih
Jangan panggil aku pelacur!!!
Atau kamu yang melacurkan hati
Menjilat setiap janji
Pongahkan diri
Balikpapan, Agustus 2008
Memang dikoyak ribuan kelamin-kelamin
Yang singgah entah dari mana
Tapi hati ini..
Kusangkutkan di dinding rumahku
Yang terbuat dari anyaman bambu
Jauh nun di sana
Kurajut dinding-dinding itu
Merubah menjadi besi beton
Berubin dan berkilau
Ku akui..
Bibir ini selalu tertawa
Seolah tiada tara
Tapi batin ini
Kutambatkan pada keriput ibuku
Yang setia menungguku pulang
Membawa gelang-gelang emas
Mencerabut hinaan setiap mata
Yang menatapnya
Sinis, hina
Tak kupungkiri..
Puting ini dijilat ribuan lelaki
Beraroma alkohol
Tapi jiwa ini berdesir pada bibir anakku
Yang merengek memohon susu
Yang tak berkedip matanya
Menatap anak sebanyanya
Memegang botol beraroma gurih
Jangan panggil aku pelacur!!!
Atau kamu yang melacurkan hati
Menjilat setiap janji
Pongahkan diri
Balikpapan, Agustus 2008
Minggu, 23 Maret 2008
Gadie Berkerudung Pintal
Liat mengental
Penuh bau yang kukenal
Gadis berkerudung pintal
Menyemai ritual
Ah,
Bulir-bulir emas itu
Tergilas merata
Oleh mesin-mesin baja
Merubah ruah
Jadi surga dunia
Menepikan kisah,
Tengadah
Gadis berkerudung pintal
Kehilangan masa sakral
Nafas yang tersengal
Sisakan seribu sesal
Berjalan di malam
Teriring resah mendalam
Mengisi episode kelam
Yang tak berujung karam
Liat itu,
Tak lagi mengental
Bergelinjang binal
Gadis berkerudung pintal
Tak lagi kukenal
Menari...
Menari...
Dan terus menari
Mencari-cari
Penutup diri
Dari galau hati
Celah hati tiada terbuka lagi
Seribu dendam, meredam....
Liat itu,
Tak lagi mengental
Bergelinjang binal
Setitik harap
Terkesiap
Menatap
Sekejap
Ah,
Bulir-bulir emas tak lagi
Terpatri
Dan,
Masih perih...
Penuh bau yang kukenal
Gadis berkerudung pintal
Menyemai ritual
Ah,
Bulir-bulir emas itu
Tergilas merata
Oleh mesin-mesin baja
Merubah ruah
Jadi surga dunia
Menepikan kisah,
Tengadah
Gadis berkerudung pintal
Kehilangan masa sakral
Nafas yang tersengal
Sisakan seribu sesal
Berjalan di malam
Teriring resah mendalam
Mengisi episode kelam
Yang tak berujung karam
Liat itu,
Tak lagi mengental
Bergelinjang binal
Gadis berkerudung pintal
Tak lagi kukenal
Menari...
Menari...
Dan terus menari
Mencari-cari
Penutup diri
Dari galau hati
Celah hati tiada terbuka lagi
Seribu dendam, meredam....
Liat itu,
Tak lagi mengental
Bergelinjang binal
Setitik harap
Terkesiap
Menatap
Sekejap
Ah,
Bulir-bulir emas tak lagi
Terpatri
Dan,
Masih perih...
Jumat, 21 Maret 2008
SAMAR
Teguhmu mulai memudar
hingga tak bisa kau lihat lagi
benang merah diantara kata-kataku
Malah kau tertawa. Sedihku
Apa aku telah menjadi mendung. Bagimu
Dan semakin samar. Bayangku
Tidak dulu saat-saat berdirimu
terletak aku di lenganmu
menjadi apimu
Lebih baik sudahi,
atau kembali
menarikku lagi
menjadi busur panahmu
Menimpas segala
yang sempat tersisa
Menghentak semua
yang sempat terlena
hingga tak bisa kau lihat lagi
benang merah diantara kata-kataku
Malah kau tertawa. Sedihku
Apa aku telah menjadi mendung. Bagimu
Dan semakin samar. Bayangku
Tidak dulu saat-saat berdirimu
terletak aku di lenganmu
menjadi apimu
Lebih baik sudahi,
atau kembali
menarikku lagi
menjadi busur panahmu
Menimpas segala
yang sempat tersisa
Menghentak semua
yang sempat terlena
CEMAS
Beriak resah
Menggulung pelangi-pelangi itu
Patah-patah
Goyah…
Dan begitu jauh
Dimana sapamu
Saat kukeruh
Hanya dekat saat terpejam
Keluh…!
Setitik daya
Berlipat harap
Dapatkah kuandalkan
Tuk sekedar baringkan resah
Dan di dekatku
Bunga berdekap layu
Kering meretas
Seribu tanya
Seribu jawab
Tak berkehendak
Menepi di pinggir akalku.
Menggulung pelangi-pelangi itu
Patah-patah
Goyah…
Dan begitu jauh
Dimana sapamu
Saat kukeruh
Hanya dekat saat terpejam
Keluh…!
Setitik daya
Berlipat harap
Dapatkah kuandalkan
Tuk sekedar baringkan resah
Dan di dekatku
Bunga berdekap layu
Kering meretas
Seribu tanya
Seribu jawab
Tak berkehendak
Menepi di pinggir akalku.
Kamis, 20 Maret 2008
MALAM INI
Malam ini
Aku benar-benar
Menggigil
Ketakutan
Racun dalam tubuh
Terus menekanku
Menggetarkanku
Menggelapkanku
Sementara
Di luar sana
Pedang terhunus
Mengejarku terus
Berat kugerakkan kakiku
Hasrat terus memaksaku
Segala teriakku
Segala pedihku
Ingin segera kupergi
Jauh berlari
Dari bayang-bayang ini
Yang mempercepat aku mati
Dimana Tuhan
Saat aku seperti ini
Ataukah di sedang marah
Di sini
Aku benar-benar
Menggigil
Ketakutan
Racun dalam tubuh
Terus menekanku
Menggetarkanku
Menggelapkanku
Sementara
Di luar sana
Pedang terhunus
Mengejarku terus
Berat kugerakkan kakiku
Hasrat terus memaksaku
Segala teriakku
Segala pedihku
Ingin segera kupergi
Jauh berlari
Dari bayang-bayang ini
Yang mempercepat aku mati
Dimana Tuhan
Saat aku seperti ini
Ataukah di sedang marah
Di sini
Langganan:
Postingan (Atom)
DIDIEK

Welcome to My Cyber World
Ruang semakin sempit, waktu semakin terbatas. Namun di ruang Diekdoc ini tak terbatas oleh tempat. Di sini adalah ruang berpikir. Nikmati setiap kata, kalimat dan gambar yang tak amat bagus ini.....