Dan…
Ketika falsafah tak lagi bermakna,
buram mata menatap realita
Saat bumi berusia senja,
panas sesakkan dada
Sangatlah panjang lolongan-lolongan anjing nestapa!
Tiada rupa. Pun warna
Dan…
mereka yang berkuasa,
dengan senjata berkata
dengan api membela
Dan…
mereka yang lemah,
menangis tanpa airmata
darah menjadi biasa
Dan…
entah dunia,
kapan menjadi rata
hilang tangis dan tawa
Lepas
hujan tak juah meredam
dingin buat aku tenggelam
telah kutampik mawar-mawar indah
dengan segala wanginya
sepi memagut
sepi kurenggut
menyeruak kisah
…tanpa makna!
ini warna hitam atau redup
atau sekalipun kelabu
ini raga mati atau hidup
terbujur diam, kaku layu
ah, ini salahku
tak tahu dalam tahuku
Salju
Tak henti-hentinya
salju lembut itu dihembuskan
meluruhkan kerak,
di kalbu yang mengetat
Tak henti-hentinya
cahaya putih itu disinarkan
menggerus pekat
separuh hati diselimutinya
Tak kunjung kembali
kesucian…
yang pernah mematri
Pun,
semakin keras membatu
semakin kuat kemudi
yang hasrat nahkodai
Entah,
kapan salju putih itu
mampu bekukan emosi
Ah….
Gelap segala ratap
Dingin segala senyap
Hangat pernah kudekap
Cahya pernah kutatap
Jauh pun kelam
Risau pada malam
Ah…
Sentuhanmu mengikatku
Sukmamu menahanku
Langkah kaki belum pasti
Menggonggong keras. Hati
Menjilat-jilat janji
Ah…
Kau tetap jauh
Terpasungku jenuh
Malam Hayal
Hujan di luar mengantarku
menemuimu di ruang hayal
dingin memutar, bagunkan aku
mengingat dekap yang kukenal
berarak iring tanda, warna mengental
berbaris indah kata, menipis akal
menggigilku...
singkap senyum yang terajut
tetes air seirama nadiku berdenyut
…dan malam semakin larut
orang teguh, bangun tahajud
relakan tidur. Bersujud
dan aku masih dalam selimut
menatap bayangmu yang tak jua menyambut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar